Selasa, 07 Agustus 2007

Siluet Bayang Mama

SudutBumi, 24 Maret 2006


Teruntuk Mama

di rumah sederhana




Assalamu’alaikum wr.wb.

Ma… selepas subuh hari ini, tiba-tiba saja aku dilingkup rindu yang sangat. Ingatan masa kecil berloncatan dan memanggilku untuk mengenangkannya kembali. Berlarian di pematang sawah, menyaksikan pelangi setelah hujan turun, menanti kepulangan Bapak yang hanya dua minggu sekali.

Tak terasa masa kecil itu berlalu seiring waktu dan memaksaku meninggalkan kampung halaman di batas kaki gunung. Banyak peristiwa yang berjalin di benakku, namun kenangan itu tak hilang, karena setiap lembarnya telah aku rekam dan aku simpan baik-baik.

Seperti pagi itu ketika aku terjerembab, jatuh ke sawah yang sedang dibajak. Anak-anak kecil seusiaku menertawakan, mengejek karena tubuh kecilku dibalut lumpur pekat. Engkau langsung menggendongku tanpa pedulikan baju yang jadi kotor. Menasehatiku dalam isak yang tak henti-henti. Memandikan aku dengan air suam-suam kuku, lalu menghiburku. Agar reda tangisku, engkau membawaku ke warung dan membelikan beberapa butir permen. Tak ada kemarahan yang terlintas di wajah sendumu. Masih kuingat pula senyummu yang merekah tatkala tangisku reda.

Ma… di usiaku yang menjelang dewasa ini, aku ingin kembali ke masa lalu. Merasakan setiap belaian, mendengarkan cerita menjelang tidur, menikmati bubur kacang hijau yang tersaji setiap pagi. Aku pun ingin merasakan lelahnya pergi ke pasar setiap hari minggu. Memilih ikan mas untuk digoreng atau sayuran segar yang disukai Bapak. Betapa setiap peristiwa menimbulkan jelaga kecintaan pada Mama.

Hari-hari penuh kerja keras. Betapa aku ingin cepat menyelesaikan kuliahku, memberikan sedikit kebanggaan di hati Mama. Pulang ke rumah dengan beribu keberhasilan. Menceritakan semua peristiwa di sepanjang hariku, mencipta berlipat kebahagiaan.

Di kota ini aku belajar mandiri, menghindari laku buruk yang bertebaran di depan mata. Berkonsentrasi pada buku-buku yang menumpuk di kamar untuk segera aku lahap. Mencari teman yang tepat dan mendiskusikan berbagai hal. Ternyata masih banyak kerja yang harus diselesaikan.

Selalu dalam doa-doa panjang kusebut namamu. Di tengah gempuran hidup yang tak usai-usai, kucermati setiap langkah agar tak lelah harimu. Membidai ruang waktu yang berjarak demi sebuah perjuangan.

Hari ini tepat 60 tahun peringatan Bandung Lautan Api, peristiwa yang pernah Mama ceritakan ketika aku tak mengerti dengan pelajaran sejarah di sekolah. Sejarah yang patut dikenangkan, karena hari ini adalah imbas masa lalu, rangkaian panjang sebuah kisah hidup yang harus diselesaikan.

Tidak akan pernah kusia-siakan usaha Mama menghidupi keluarga membantu Bapak. Tak akan juga kubuang waktu dengan percuma. Semua yang terbaik untuk Mama, semua akan aku usahakan.

Hujan di kota ini tak pernah meluruhkan setiap jejak keras kehidupan. Ketika jeda panjang kudapati hanya ada kasih sayang yang selalu merona di ujung hari. Semua meruah, berbekas, dan takkan pernah tergantikan sepanjang hayat. Bumi ini selalu menghadirkan siluet bayang Mama. Ketika bertandan-tandan kerinduan tak terlunasi, hanya pada Sang Semesta kucurahkan rindu ini, aku cairkan bersama lantunan ayat-ayat suci.

Ma… selalu doa-doa kutetaskan bagimu. Merepihkan setiap senyuman demi kepulangan yang dinantikan. Harapan dan cita-cita itu akan aku raih dengan restumu. Doakan aku juga Ma, agar setiap langkahku berada di titik paling sempurna.




yang selalu merindu,

ananda DeHa

Tidak ada komentar: