Sabtu, 01 September 2007

Besi Baja yang Dihantam dari Dua Kubu

SudutBumi, 09 Januari 2006

Teruntuk kekasih La Runduma

Apa kabarmu? Semua pasti baik bukan. Sepertinya aku patut bersyukur pada Tuhan karena dipertemukan denganmu dalam suasana yang membanggakan hati. Sebuah perkenalan di belantara praduga tentang dirimu.

Sebelum pertemuan…

Setiap orang pasti membayangkan dirimu adalah sosok perempuan dewasa yang matang dalam berbagai petualangan baik dalam dunia nyata ataupun dunia maya. Tetapi ternyata kau adalah (maaf) anak kecil yang tak pernah terlintas dalam benakku. Sosok yang unik, yang tibatiba saja aku merindui kebersamaan kita, sepertinya aku patut bersyukur pada Tuhan.

Terima kasih untuk segala kebaikkanmu, keramahanmu, dan semua yang ada pada dirimu. Aku banyak belajar darimu, tentang tulismenulis, tentang sikap, tentang apapun, yang paling penting tentang kerendahan hati. Kau harus tahu: aku adalah sosok angkuh yang teramat sulit berendahhati, maka ajari aku tentang kelebihanmu ini.

Aku tak pernah membayangkan datang ke ibu kota negara, bertemu orang baik sepertimu, menikmati jalanjalan seru, dan lain hal, tak pernah kubayangkan sebelumnya. Dalam bayanganku Jakarta adalah kota yang kejam, sampai saat ini. Ingin sebenarnya lebih lama tinggal di kotamu, menjelajahi rimba pencakar langit, sungaisungai keruh penuh sampah yang selalu aku lihat di televisi, menaiki busway, mencicipi semua kendara yang ada di kotamu tanpa bawaan berat.

Ya, banyak keinginan untuk melakukan apapun di kota metropolitan, memecah kerumitan dalam otakku mengenai denah jalan di kota yang setiap tahunnya menerima arus urbanisasi. Menembus rentang: dari Monas ke Ancol, dari Sarinah ke berbagai arah mata angin, Utara, Selatan, Timur, Barat, Tenggara, dan semua.

Mendengar ceritamu, tibatiba saja aku seperti lempengan besi yang menembus medan kutub, besi baja yang dihantam dari dua kubu berlawanan. Semoga aku tidak berlebihan dengan istilah ini. Ya, aku besi yang dapat menempel di kutub manapun. Kau kutub Utara dan Dia adalah kutub Selatan. Sebuah persinggungan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, sebuah cerita yang sebelumnya aku tak akan pernah menyangka kalau kau adalah kekasih seorang penyair besar. Karena apa? Karena aku merasakan sang Resi menempanempa pikiranku, tubuhku, ingatanku tentang Pasundan, cerita tentang diri dan rindumu, cerita tentang Dia.

Sejak kepulanganku dari Jakarta sebenarnya aku ingin mengirimkan tulisan ini, tapi baru hari ini aku dapat menulis di antara rentang kesibukan yang menyurutkan waktu. Sebenarnya juga aku ingin mengatakan ini sebelum kepulanganku, tapi aku merasa tak yakin aku kuat menceritakan ini. Oleh karena aku tak pernah menyangka, tak pernah!

Kau serta kekasihmu dan Dia serta kekasihmu.

Aku adalah seseorang yang dapat membaca situasi di sekeliling, seorang perempuan yang mudah jatuh cinta tapi sulit melupakan. Seseorang yang anti sentuh, keras hati, narsis, dan lain sebagainya.

Malam itu ketika pertama kali menerima telepon dari kekasihmu aku menaruh curiga yang besar. Tiba-tiba saja aku berbicara dengan lakilaki yang pernah kutemui di Bandung, sebuah hal yang tak pernah terjadi. Kau tahu aku dan lakilaki itu jarang sekali bertegur sapa, bertemu pun hanya saling memandang, kalau tidak salah pernah sesekali terlibat dalam pembicaraan pendek. Selebihnya tak pernah, sampai kedatanganku ke Jakarta dan aku duduk di sebelahmu.

Rasa curigaku semakin meradang ketika di layar ponsel tertera tulisan "cintaku". Setelah kau keluar ruangan, konsentrasiku berkurang pada acara workshop tapi untunglah itu tidak berlangsung lama. Karena aku berani menyimpulkan kau adalah kekasih lakilaki itu. Pikiranku menerawang, mengingat peristiwa beberapa bulan lampau di kotaku. Ketika lakilaki yang datang ke Bandung membawa salam dari gurunya untukku, aku ingat ketika lakilaki ini berpamitan menuju Jakarta dan Dia mengantarnya menuju batas kota. Aku tahu lakilaki ini akan menemui kekasihnya di Jakarta dan ternyata kekasihnya itu adalah Kau. Seseorang yang tak munculmuncul ke dalam ruangan. Aku mengambil kesimpulan: kau asyik berbincang dengan kekasihmu di telepon.

Ternyata dunia itu kecil …

Sampai akhirnya aku benarbenar percaya kau adalah kekasih lakilaki itu. Aku berbicara dengan kekasihmu melalui ponsel ketika menikmati malam di Jakarta setelah semua rangkaian acara berakhir. Malam yang menjadi kenangan tersendiri bagiku, bersama kawankawan baru berbagi jokejoke, aku pun menikmati semangkok hidangan yang mendinginkan tenggorokanku.

Sampai akhirnya aku datang ke rumahmu, memasuki kamarmu, membaca puisi yang tertempel di dinding dari kekasihmu. Sampai kau bercerita dan dugaanku benar! Kau kekasih lakilaki itu. Kau tahu bagaimana rasanya ditempa oleh seorang Resi. Lalu dicelupkan ke air dingin, kembali diperam di bara merah, ditempa, ditempa, lalu aku dibentuk. Hingga aku menyerupai apa yang diingini pemesannya.

Ternyapa pemesannya itu menginginkan aku berlapis medan magnet, hingga aku memiliki dua kutub: utara dan selatan.

Kau kutub Utara

Dia kutub Selatan

Dan aku besi diantara kubukubu itu

Jangan berprasangka buruk padaku…

Kau tahu aku tidak memihak pada siapapun, Utara dan Selatan adalah dua orang yang berbeda namun mereka begitu dekat. Mungkin aku sosok yang beruntung, diamanahi Tuhan merasakan perasaan dua hati manusia yang berbeda. Kau ingat ketika kau menceritakan Ancol dan sebuah masjid lalu memperlihatkan beberapa gambar padaku, pikiranku melayang ke Bandung.

Aku sedang bersama Dia dan beberapa kawan di sebuah monumen di Bandung. Dan aku tahu kau akan menceritakan sms kekasihmu dan sms Dia. Jadi muallaf katamu dan kau tertawa (kau ingat? Saat kau bercerita dikamar) apa yang ada dipikiranku adalah peristiwa waktu lampau.

Sepertinya aku merasakan hidup di dua dimensi yang berbeda, masa kini dan masa lalu.

Masa kini adalah aku sedang berada di kamarmu dengan sepiring batagor dengan bumbu kacang yang kental. Masa lalu adalah ketika kau membawaku secara tidak sengaja dengan ceritaceritamu ke masa lampauku, masa beberapa bulan sebelum aku bertemu dengan denganmu.

Apa yang kau ceritakan sama dengan atau persis yang Dia ceritakan. Kau tahu bagaimana bentukan besi yang ditempa dengan sama kuatnya. Kau tahu mungkin aku satusatunya makhluk Tuhan yang diberi kesempatan seperti ini. Merasai hati perempuan yang berbunga karena satu lakilaki. Aku tak pernah menyangka, tak pernah! Apakah Dunia ini kecil? Ataukah Tuhan begitu baik memberiku kesempatan untuk kita saling berkenalan, aku tak mau salah berprasangka.

Kau dan La Runduma

Kau cemburu? Semoga saja tidak, kalau pun ada sedikit rasa cemburu aku menunggu cerita yang akan kau tulis karena rasa cemburu itu. Tapi aku percaya kau akan bertindak bijak, berpikir matang, dan dengan kerendahan hatimu kau akan tersenyum, sekarang kau tahu bagaimana perasaanku saat itu dan saat ini. Maka tersenyumlah kekasih La Runduma, karena aku menyukai senyummu… sungguh!

Maaf aku tidak sedang merayu siapapun,

Sesampainya di Bandung aku segera menghubungi beberapa kawan, aku ingin segera berbagi cerita pada mereka semua, tentang Jakarta, tentangmu, tentang ketakpercayaanku pada apapun. Kau tahu, ketika kekasihmu mengatakan akan menemui pacarnya, yang ada dalam bayanganku adalah seorang perempuan yang sebaya dengan lakilaki itu, tapi dugaanku salah, ternyata kau sebaya dengan Dia. Dia pun tak menyangka bahwa kekasih lakilaki itu adalah Kau.

Dia tahu fotomu, tulisantulisanmu, karena aku memperlihatkan pada semua kawan siapa itu sosok di balik dirimu.

Sungguh aku menghormatimu,

Sudah kukatakan aku banyak belajar padamu, ketika kau menceritakan proses kreatif La Runduma, Bulan Gendut…, diamdiam aku mencuri ilmu darimu (maaf aku baru mengatakannya sekarang). Aku menyukai ceritacerita yang kau tulis, banyak tanya ketika membaca cerpenmu, semoga kamu mau menceritakan proses kreatif dari semua cerpenmu.

Semoga apa yang aku kabarkan padamu melalui tulisan ini dapat kau mengerti, dan aku yakin kau bukanlah anak kecil seperti sangkaanku. Sungguh aku tidak berlebihan, apa yang aku luapkan adalah cerita yang dieram dalam jangka waktu beberapa hari bahkan minggu. Sampaikan salamku pada orangorang yang mengelilimu, salam kenal, salam hangat dariku di SudutBumi.

Salam,

DeHa

Tidak ada komentar: